Jumat, 04 Maret 2011

ASKEP DM

TINJAUAN TEORITIS


A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Definisi
Diabetes Melitus merupakan kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner and Suddarth 2000).
Diabetes Melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya produksi insulin yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. (Joyce, M. Black, 1997).

2. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan organ yang panjang dan ramping. Pankreas merupakan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah, panjangnya + 15 cm mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram terbentang pada vertebra lumbalis I dan II di belakang lambung.
a. Bagian dari pankreas terdiri atas :
1) Kepala (kaput)
Terletak di sebelah kanan dari organ abdomen dan di dalam lekukan duodenum yang melingkarinya.
2) Badan (korpus)
Merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis I.
3) Ekor (kaudal)
Bagian ruang di sebelah kiri yang sebenarnya menyentuh limpa.

Fungsi Pankreas
Pankreas memiliki baik fungsi endokrin maupun eksokrin, dan kedua fungsi ini saling berhubungan. Fungsi eksokrin yang utama atau membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit seperti pethidine, tripsine dan amilase yang memfasilitasi proses pencernaan melalui sekresi enzim-enzim ke dalam duodenum proksimal.
Fungsi endokrin :
1) Sel alpha
Mensekresikan glukagon yang berfungsi meningkatkan glukoneogenesis untuk meningkatkan glukosa darah.
2) Sel beta
Mensekresikan insulin yang mengatur metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang menstimulasikan permeabilitas sel sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel.
3) Sel delta
Mensekresikan hormon somastatin yang belum jelas fungsinya.
b. Peranan pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa
Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula sederhana atau monosakarida, dan unit-unit kimia yang kompleks, disakarida dan polisakarida. Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan absorbsi, terutama dalam duodenum dan jejunum proximal. Sesudah absorbsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya akan kembali lagi ke kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari :
1) Ekstraksi glukosa
2) Sintesis glikogen
3) Glikogenesis dalam hati.
Selain itu, jaringan perifer otot dan adiposa juga mempergunakan glukosa sebagai sumber energi mereka. Jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah meskipun secara kuantitatif tidak sebesar hati.
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan-jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai :
1) Hormon yang merendahkan kadar glukosa darah.
2) Hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah.
Insulin merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah. Insulin dibentuk oleh sel-sel beta pulau langerhans pankreas. Sebaliknya, ada beberapa hormon tertentu yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah, antara lain :
1) Glukagon yang disekresi oleh sel-sel alpa pulau langerhans.
2) Epinefrin yang disekresikan oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
3) Glukokortikoid yang disekresi oleh korteks adrenal dan
4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
Glukagon, epinefrin, glukokortikoid dan growth hormone membentuk suatu mekanisme counter regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.

3. Etiologi
a. DM tipe I (IDDM) : 5-10% dari kasus.
1) Faktor genetik
2) Faktor imunologi
3) Faktor lingkungan (infeksi virus).
b. DM tipe II (NIDDM) : 90% dari kasus.
1) Genetik
2) Usia > 45 tahun
3) Obesitas
4) Kelompok etnis (golongan etisparik dan penduduk asli Amerika, tertentu memiliki kemungkinan yang lebih baik/besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afrika, Amerika.

4. Klasifikasi Diabetes Melitus
a. Tipe I / IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Terjadi karena kekurangan produksi insulin, tidak berfungsinya tempat reseptor insulin yang mana akhir dari produksi energi tersebut dibutuhkan oleh tubuh, IDDM adalah diagnosa dimana terjadi peningkatan glukosa dalam plasma darah yang berkisar antara 140-200 mg/dl, biasanya disertai adanya keton dalam darah dan urin. Dimana terjadi juga peningkatan glukosa dalam darah (hiperglikemi) karena ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang ada disebut “three polys” (poliuria, polidipsi, polifagi).
b. Tipe II / NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Pada tipe ini produksi insulin terhambat atau berkurang, biasanya resistensi terhadap kerja insulin normal. Karena interaksi insulin dengan reseptor insulin pada sel dan berkurangnya sekresi insulin. Pada tipe ini cenderung mengalami penurunan berat badan. Gejala klasik NIDDM : poliuria, polidipsi.

5. Patofisiologi
Pada Diabetes Melitus tipe I
Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemi post prandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa tersebut meningkat dan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkan dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Pada Diabetes Melitus tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresi. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel Beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK). Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan yang mencakup kelelahan, irritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina, atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

6. Tanda dan Gejala
a. Poliuria
b. Polidipsi
c. Polifagia
d. Penurunan berat badan
e. Blured vision
f. Iritasi di sekitar kemaluan (infeksi jamur) : jumlah glukosa yang besar dalam urin.
g. Kelelahan dan kelemahan.
h. Mual, muntah, keringat dingin, gemetaran, sakit kepala, palpitasi, baal, kesemutan, hipertensi, glukosuria, proteinuria.

7. Test Diagnostik
Laboratorium
a. Serum glukosa test : meningkat > 200 mg/dl merupakan tanda dan gejala klasik dari diagnosa diabetes melitus.
b. Darah glukosa puasa : lebih dari 140 mg/dl
c. KH : kadar gula diperiksa secara periodik yang bertujuan untuk evaluasi terapi.
d. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya arterosklerosis.
e. AGD: pH menurun dan HCO3 menurun (asidosis) metabolik kompensasi alkalosi respiratori.
f. Ureum/kreatinin : meningkat, menandakan dehidrasi atau penurunan fungsi ginjal.
g. NPP : gula darah diperiksa dua kali yaitu sebelum makan dan dua jam setelah makan dengan tujuan menegakkan diagnosa dan ditujukan pada klien yang sama sekali belum diketahui adanya penyakit diabetes melitus.
h. Ht meningkat : leukosit merupakan respon terhadap stress/infeksi.
i. Elektrolit : Natrium mungkin normal, meningkat/menurun. Kalium normal/peningkatan suhu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun. Fosfor lebih sering menurun.
j. EKG : untuk mengetahui kelainan jantung.

8. Pengelolaan Diabetes Melitus
a. Diet rendah karbohidrat, tinggi serat, rendah lemak.
Tujuan pengobatan diet pada diabetes melitus :
1) Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal.
2) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
3) Mencegah komplikasi akut dan kronik.
4) Meningkatkan kualitas hidup.
Pada dasarnya penderita DM harus mengikuti prinsip berikut ini :
1) Cukup kalori untuk mencapai atau mempertahankan BB ideal.
2) Perhatikan bila ada komplikasi.
3) Cukup vitamin dan mineral.
b. Olahraga
Efek olahraga pada pengidap DM :
Peran insulin yang pasti dalam respon metabolik terhadap olahraga tergantung pada persediaan insulin. Terlalu banyak insulin akan menurunkan produk glukosa hati dan menurunkan liposis, jadi menurunkan cadangan tenaga yang diperlukan. Apabila insulin dalam jumlah yang cukup atau hanya sedikit saja yang berkurang. Olahraga menurunkan kadar glukosa darah akibat pemakaian yang meningkat dan perbaikan dalam glikogenolisis hati.
Jadi hasil keseluruhan adalah menguntungkan latihan olahraga teratur karena juga dapat menurunkan kadar trigliserida.
c. Pengelolaan farmakologi oral
1) Obat hipoglikemia oral
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan, karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan mensekresikan insulin. Obat ini tidak dapat dipakai pada pasien IDDM, seperti golongan Sulfomilurea, Biquonid.
2) Insulin
Reseptor insulin mempunyai 2 fungsi utama :
a. Membedakan bahan-bahan lain dengan insulin kemudian mengikatnya dengan cepat secara reversial.
b. Pembentukan kompleks reseptor insulin akan merangsang tongkai kejadian intraseluler yang kemudian mengarah terjadinya efek insulin yang karakteristik.
Sasaran pengelolaan diabetes melitus bukan hanya kadar glukosa darah saja, tetapi juga faktor-faktor lain, yaitu berat badan, tekanan darah dan kadar lipid.

9. Komplikasi
a. Perubahan makrovaskuler
Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme lemak dan lipid. Selain itu diabetes dianggap memberikan peranan sebagai faktor dalam timbulnya hipertensi yang dapat mempercepat arterosklerosis. Pengecilan lumen pembuluh-pembuluh darah besar membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan dan dapat menyebabkan iskemik jaringan, dengan akibat yang timbul berupa penyakit cerebro vaskuler, penyakit arteri koroner, stenosis arteri venalis dan penyakit-penyakit vaskuler perifer.
b. Perubahan mikrovaskuler
Perubahan tersebut ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh-pembuluh kapiler. Perubahan ini sering terjadi pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya neuropati retinopati diabetik.
c. Nefropati
Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan mikrovaskuler adalah perubahan struktur dan fungsi ginjal.
Empat jenis lesi yang sering timbul adalah pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arteriosklerosis arteri renalis dan arteri afferent dan defferent, serta lesi-lesi tubular. Tanda-tanda awal suatu lesi glomerulus adalah proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya penyakit.
d. Retinopati Diabetik
Kebutuhan pada penderita diabetes seringkali sebagai akibat perubahan mikrovaskuler pada retina. Selain retinopati, penderita diabetes melitus juga dapat mengalami pembentukan katarak yang diakibatkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
e. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem saraf otonom medula spinalis, atau sistem syaraf pusat. Banyak dan berbagai macam gejala yang timbul tergantung neuro yang terkena. Akumulasi surbital dan perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemi dapat menimbulkan perubahan kondisi syaraf. Penderita diabetes melitus dapat mengalami neuropati yang mempengaruhi sistem saraf otonom. Pada keadaan ini dapat terjadi perubahan mobilitas lambung sehingga menyebabkan tidak tergantung absorbsi makanan, inkontinensia atau impoten atau ketidakmampuan untuk mengenal tanda-tanda awal hipoglikemia.
f. Perubahan ekstremitas bawah
Perubahan-perubahan makrovaskuler dan neuropati semuanya menyebabkan perubahan-perubahan pada ekstremitas bawah. Perubahan yang penting adanya anestesia yang timbul karena hilangnya fungsi saraf-saraf sensorik. Keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren.


B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat diabetes melitus
2) Usia kurang dari 30 tahun atau lebih dari 30 tahun.
3) Obesitas
4) Tidak enak badan.
5) Gejala serang tiba-tiba berangsur-angsur.
b. Pola nutrisi metabolik
1) Rasa haus dan lapar yang berlebihan
2) Mual dan muntah
3) Banyak minum dan makan
4) Riwayat diet sebelumnya
5) Kehilangan atau peningkatan berat badan.
c. Pola eliminasi
1) Poliuria
2) Konstipasi/diare
3) Nokturia
4) Glukosuria
5) Pemberian diuretika
6) Inkontinensia
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Kelemahan, letih yang tiba-tiba
2) Riwayat kurang latihan atau efektifitas
3) Atrofi otot
e. Pola tidur dan istirahat
1) Gangguan tidur akibat nokturia
2) Mudah ngantuk setelah makan
f. Pola persepsi dan kognitif
1) Pusing / sakit kepala
2) Gatal-gatal infeksi saluran kemih, veginitis
3) Penglihatan kabur
4) Nyeri abdomen
5) Luka yang lama / susah sembuh
6) Rasa gatal dan kesemutan
g. Pola seksual dan reproduksi
1) Impotensi
2) Keputihan / vaginitis
3) Penurunan libido
h. Pola koping terhadap stres
1) Depresi
2) Apatis
3) Kecemasan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hiperglikemi b.d tidak adekuatnya faktor insulin atau insulin yang resisten.
b. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit DM, tanda dan gejala b.d kurangnya informasi.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang kurang.
d. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d kadar glukosa tinggi dan perubahan pada sirkulasi.
e. Perubahan konsep diri (body image) b.d diuresis osmotik (hiperglikemi).

3. Perencanaan
a. Hiperglikemi b.d tidak adekuatnya faktor insulin atau insulin yang resisten.
Hasil yang diharapkan (HYD) :
- Dalam waktu dua jam klien akan mengalami perbaikan angka gula darah, bangun dan terjaga serta tanda-tanda dalam batas normal.
- Dalam 24 – 48 jam pertama pasien akan menunjukkan tidak ada tanda-tanda hipoglikemi.

Rencana Tindakan :
1) Kaji tanda-tanda hiperglikemi seperti : pusing, penglihatan kabur, lemas, mual muntah.
R/ Untuk mengidentifikasi lebih awal dan pemberian pengobatan selanjutnya.
2) Monitor dan catat gula darah perifer, glukosuria dan BB perhari.
R/ Menentukan diagnosa dan perencanaan keperawatan selanjutnya.
3) Observasi tanda-tanda penggunaan obat hipoglikemi : muka pucat, bingung, sakit kepala, banyak keringat, lemas, napas pendek.
R/ Reaksi insulin dapat terjadi secara tiba-tiba.
4) Observasi tanda-tanda ketoasidosis : mual – muntah, keletihan, poliuria, haus, takikardi, turgor kulit jelek, napas bau keton, pernapasan Kusmaul, hipotensi, nyeri abdomen.
R/ Tidak adekuatnya pengawasan pengobatan diet yang berlebihan, infeksi, stres, atau interaksi lainnya merupakan faktor presipitasi ketoasidosis.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgetik.
R/ Analgetik diberikan untuk mengurangi nyeri.

b. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit DM, tanda dan gejala b.d kurang informasi.
Hasil yang diharapkan (HYD) :
Dalam waktu 48 jam klien akan mengetahui perencanaan diet, observasi dan mempraktekkan teknik infeksi, mempraktekkan tes gula darah dan glukosa darah..
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat kurang pengetahuan klien.
R/ Perencanaan perawatan memberikan petunjuk dan pengajaran kepada klien.
2) Ajarkan penanganan dengan pemakaian insulin atau obat hiperglikemik oral selama pengobatan penyakit.
R/ Pentingnya bagi klien tentang penanganan orang DM di rumah.
3) Koordinasi kepada klien dan keluarga tentang perencanaan diet yang rumit dan tidak terjadi kesalahan.
R/ Menolong klien dan keluarga tentang perencanaan diet yang rumit dan tidak terjadi kesalahan.
4) Ajarkan metode tes gula darah dan glukosa urin yang akan digunakan di rumah.
R/ Penanganan DM yang baik memerlukan monitor sendiri dari klien dalam menentukan gaya hidup, pengobatan, diet, dan latihan yang baik.
5) Tekankan pentingnya aktivitas dan latihan, pertahankan kira-kira tingkat keseimbangan aktivitas dari hari ke hari.
R/ Latihan menstimulasikan metabolisme karbohidrat, menurunkan TD, menolong atau mengurangi komplikasi sirkulasi dari peningkatan hipoprotein.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang kurang.
Hasil yang diharapkan (HYD) :
1) Mencerna jumlah kalori atau nutrisi yang tepat.
2) Mendemonstrasikan BB stabil.
Rencana Tindakan :
1) Timbang BB setiap hari atau sesuai indikasi.
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2) Tentukan program diit dan pola makanan klien.
R/ Mengidentifikasi kurang, penyimpangan dan kebutuhan terapeutik.
3) Auskultasi bising usus, adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual, muntah.
R/ Hyperglikemi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung yang dapat mempengaruhi pilihan intervensi.
4) Identifikasikan makanan cair yang disukai, dikehendaki termasuk kebutuhan etik atau kultural.
R/ Jika makanan yang disukai klien, dikehendaki dalam perencanaan, kerjasama itu dapat diupayakan setelah pulang.
5) Pantau pemeriksaan lab : GD, Aceton, pH, HCO3 dan terapi insulin terkontrol.
6) Observasi tanda-tanda hipoglikemi (perubahan tingkat kesadaran kulit lembab, nadi cepat, lapar, cemas dan pusing).

d. Risti terhadap infeksi b.d kadar glukosa tinggi dan perubahan pada sirkulasi.
Hasil yang diharapkan (HYD) :
1) Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah, menurunkan resiko infeksi.
2) Mendemonstrasikan tehnik, perubahan gaya untuk mencegah terjadinya infeksi.
Rencana Tindakan :
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan tanda peradangan : demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine keruh.
R/ Kemungkinan klien masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis/mengalami infeksi noso-komial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dan melakukan cuci tangan pada semua orang yang berhubungan dengan pasien.
R/ Mencegah infeksi silang (nosokomial).
3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (pemasangan infus, catheter folley, dll).
R/ Kadar glukosa tinggi, darah akan menjadi media bagi pertumbuhan kuman.
4) Berikan perawatan kulit dengan teratur, massage daerah tulang yang tertekan, juga kulit tetap kering.
R/ Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan klien pada resiko terjadinya kerusakan pada kulit dan infeksi.

e. Perubahan konsep diri (body image) b.d perubahan gaya hidup serta proses penyakit yang kronis.
Hasil yang diharapkan (HYD) :
1) Motivasi kebiasaan positif tentang diri dalam menangani penyakit.
2) Perencanaan yang terus menerus dengan perawatan yang terkontrol.
Rencana Tindakan :
1) Diskusikan dengan klien tentang masalah yang dihadapi.
R/ Merencanakan dan menentukan intervensi keperawatan.
2) Meningkatkan pendidikan tentang DM dan pentingnya supprt dari sesama penderita.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien tentang DM dan dapat berbagi pengalaman.
3) Dorong klien untuk aktif melakukan penanganan yang kreatif sesuai kebutuhan.
R/ Meminimalkan komplikasi DM terhadap perubahan gaya hidup.

4. Discharge Planning
a. Penyuluhan kesehatan tentang diit.
1) Penyuluhan awal menunjukkan pentingnya kebiasaan makan yang konsisten dan mematuhi diit yang diberikan.
2) Jelaskan kepada keluarga pentingnya mempertahankan masukan makanan yang adekuat.
3) Ajarkan klien untuk membaca label makanan sehat karena sering mengandung produk gula, misalnya : madu, gula jawab dan syrup.

b. Olahraga
1) Olahraga penting karena efeknya pada penurunan kadar gula darah dan penurunan faktor-faktor risiko kardiovaskuler.
2) Efek olahraga sangat berguna dalam penurunan berat badan dan menurunkan stress.
3) Waspada terhadap hipoglikemi pasca olahraga yang terjadi setelah beberapa jam olahraga.
4) Olahraga dan penatalaksanaan diit memperbaiki metabolisme glukosa dan meningkatkan kehilangan lemak tubuh pada individu DM tipe II.
5) Periksa gula darah sebelum selama dan setelah olahraga.
6) Dorong klien untuk melakukan olahraga secara teratur setiap hari.



DAFTAR PUSTAKA


Anugrah, dr Roten (alih bahasa) (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Sylvia Anderson Price, Buku 5, Edisi 4, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

C. Long, Barbara (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Edisi ke-3, Cetakan I, Bandung, Yayasan IAPK, Padjajaran Bandung.

Karisa, I. M, SKp (alih bahasa) (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Doengoes. M, Edisi 3, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kuncara, dr. H (alih bahasa) (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical, Brunner and Suddarth, Volume 2, Edisi 8, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lewis, S. Heitkemper, M (2002). Medical Surgical Nursing Assessment and Management of Clinical Problems. Fifth Edition Mosby.

Sherwood Laurelee (2003). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Jakarta : EGC.

www.Google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar